HUJAN dan WANITA BERKERUDUNG SENJA

RINDU SI PECUNDANG

Foto Oleh : Ferry Hidayat
Mungkinkah aku bisa ? pertanyaan itu selalu menghantuiku akhir-akhir ini, iya, aku bertanya kepada diriku sendiri beberapa waktu, sebelum malam. 
Secangkir kopi yang diantarkan oleh pelayan membuyarkan lamunanku, Pukul 17.20 saat aku lihat jam tangan yang ku kenakan, jam tangan kado pemberiannya, beberapa bulan yang lalu. Aku hirup aroma kopi sebelum meminumnya, pertama kali aku merasakan kopi hitam kembali sejak 4 tahun silam, ternyata masih ada pahit pahitnya.

Aku menikmati suasana ini, saat senja dengan jingganya kembali menebarkan pesonanya, namun hanyak sebentar lalu perlahan menghilang,
"apakah yang indah selalu tercipta hanya untuk dinikmati sekejab ?" gerutuku sambil melipatkan tangan diatas meja warung kopi.
Namun ya sudahlah, mungkin memang seperti itu, sembari membuka kunci smartphone berharap ada nothifikasi dari..... entah.

Malam hari tiba, aku masih betah duduk di tempat yang sama, lumayan banyak batang rokok yang sudah kuhabiskan dan aku baru sadar jika kopiku hanya ku minum sekali dari tadi. Smartphoneku bergetar, dan ternyata chat dari dia.
"jadi minggu depan ?"
"iya jadi " balasku singkat
"Enaknya berangkat Jumat atau Sabtu ? balasnya bertanya
 "Terserah !" balasku sekenanya
"Oke, berangkat sepulang kerja, jemput ya ? harapnya
"Oke !" jawabku singkat
Begitulah, entah siap atau tidak, aku masih memikirkannya, sebab ini bukan hanya tentang sebuah perasaan namun lebih dari itu, ah entahlah. Aku sempat nyaman dengan kesendirianku waktu itu, saat kami tak lagi bertegur sapa, bahkan semua sosmed dan  nomor handphone dia aku blokir. Tapi kesenidrianku itu membuatku rindu dengan begitu berisiknya dia, apalagi saat aku bersama teman-temanku. Iya Aku Rindu !

Setengah cangkir kopi telah habis, aku teringat dengan janjiku dulu, iya janji untuk menjadikannya tulang rusukku, namun aku belum mendapatkan jawaban, Mampukah aku ? logikaku berontak dengan hatiku, masih banyak hal yang belum aku selesaikan, masih banyak harapan yang belum ku capai, tapi sampai  kapan aku hanya berdiam sebagai seorang pecundang.

Patas kiranya aku mejadi pecundang, bagaimana mungkin aku berdamai dengan keadaan, jika untuk mengungkapkan rindu saja aku tak bernyali. Sebaliknya, dia terus berjuang, walau sempat juga berhenti namun kembali berdiri hingga saat ini, sedangkan aku tetap menjadi pecundang.

Aku iri dengan mereka yang mampu membedakan saat dimana harus peduli dan saat dimana harus tidak peduli dengan suatu perasaan. Semakin menggila dibuatnya, aku tidak bisa membayangkan bagaimana nanti saat kami kembali bertemu, hanya kami berdua menikmati senja di Kota dengan julukan The Sunrise of Java, sudahlah kita lihat saja nanti ....



______ bersambung_____

Komentar